Keberlangsungan Karang Joang: Dari Waduk Manggar Hingga Kebun Buah dan Sayur

 

Tak ada yang menyangka bahwa di lokasi jembatan tepat saya berdiri ini menyimpan berbagai cerita dan perjuangan keberlanjutan warga dalam menjaga kemurnian air waduk Manggar. Bukan hanya menjaga lingkungan tetapi juga menjaga ketersediaan air minum PDAM untuk warga Balikpapan.

KBA Karang Joang

Semua berawal dari tahun 1980 oleh perusahan Belanda Bernama IWAKO. Perusahaan ini berinisiatif dan membangun waduk Manggar dengan luas 500 hektar dengan daya tampung 3,3 juta meter kubik air. Proses pengerjaannya pun dilakukan oleh Brantas Abipraya. Air dari waduk ini kemudian digunakan sebagai air baku untuk PDAM kota Balikpapan.

Di sekitar waduk terdapat pemukiman para transmigran yang didatangkan dari pulau Jawa. Makanya tidak heran jika nama daerah di sekitar waduk Manggar ini adalah Karang Joang.

Awal tahun 1990, warga yang datang pun semakin banyak. Permukiman pun semakin padat. Antar satu kampung dengan kampung lainnya ada yang terpisahkan oleh aliran air waduk saat volumenya meningkat. Mau nggak mau media transportasi yang digunakan adalah perahu untuk mobilitas.

Sebenarnya ada jembatan beton yang sempat dibangun tetapi selalu terendam air kala volume waduk meningkat.

Agar menjaga kemurnian dari waduk yang digunakan, para warga yang bermukim di sekitar waduk pun menyesuaikan aktivitas mata pencaharian. Semua aktivitas yang dilakukan harus tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kemurnian air.

Kehadiran Jembatan Bima Kreasi

Kendala warga untuk mobilitas antar kampung hingga mengirimkan hasil kebun ke pasar akibat volume air waduk manggar ternyata menjadi hambatan tersendiri. Warga tidak selamanya menghadapi kondisi ini dengan solusi menggunakan perahu. Untungnya, tahun 2015 ASTRA memberikan bantuan dalam bentuk pembangunan jembatan sekaligus mengembangkan Kampung Berseri ASTRA (KBA) Karang Joang.

Pembangunan jembatan ini pun mempertimbangkan keberlangsungan waduk dan juga menggunakan material khas Kalimantan, apalagi kalau bukan kayu ulin. Dengan panjang 200 meter dan lebar 1,5 meter, jembatan Bima Kreasi berhasil menghubungkan antara kilometer 14 dan kilometer 15 sekaligus menjadi akses mobilitas baru buat warga. Tak ada lagi masalah mobilitas karena aksesnya sudah terhubung bahkan yang muncul adalah peluang baru yaitu lokasi wisata.

Jembatan Bima Kreasi

Tidak jarang, saat sore hari banyak warga duduk dan bersantai di sekitar jembatan Bima Kreasi. Mereka menikmati panorama indah kala senja berlatar waduk Manggar. Dari segi fasilitas di sekitar jembatan juga sudah dilengkapi dengan tong sampah sehingga keberlangsungan dan kebersihan air waduk bisa terjaga.

Saya pun bisa menikmati nuansa sore hari yang teduh sekaligus menentramkan. Ditambah lagi aktivitas warga di sekitar jembatan, baik itu mancing ataupun hanya sekadar duduk menikmati matahari terbenam.

Dari Waduk Hingga Kebun Buah

Kehadiran waduk Manggar juga memberikan tantangan tersendiri bagi warga untuk menentukan mata pencaharian yang sesuai. Jika salah pilih mata pencaharian seperti peternakan, dimana kotoran yang dihasilkan bisa saja mencemari kualitas air waduk. Warga di Karang Joang pun sadar bahwa mata pencaharian yang cocok adalah berkebun dan Bertani. Salah satu yang menjadi pusat perhatian dan bisa dinikmati hingga saat ini adalah Kebun Pak Agus.

Kebun Pak Agus

Masih berada di Karang Joang, Kebun Pak Agus membentang seluas 6,5 hektare dengan berbagai jenis tanaman sayur dan buah-buahan termasuk pepaya mini Balikpapan (miba) yang menjadi salah satu buah unggulan dan sudah diakui secara internasional. Bahkan hasil dari Kebun Pak Agus  menjadi salah satu penopang ketersediaan buah di IKN.

“Pepaya miba merupakan pepaya varietas lokal yang berasal dari Kalimantan Timur yang sudah terdaftar ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian (PPVTPP). Adapun ciri-ciri dari pepaya miba antara lain ukuran buah lebih kecil dari pepaya jenis lainnya, rasanya manis, susut buah berkisar 9,18-11,74% dan persentase bagian buah yang bisa dimakan antara 81,71-87,89%.”

Menyatukan konsep belajar sambil wisata, Kebun Pak Agus selalu ramai dikunjungi karena memang ditujukan buat mereka para generasi muda yang peduli akan keberlangsungan tanaman. Di lokasi ini, para pengunjung pastinya banyak mendapatkan pengetahuan terkait jenis-jenis sayur dan buah, cara menanam, merawat hingga panen nantinya. Harapannya setelah pulang ke lokasi masing-masing bisa menerapkan apa yang sudah dipelajari.

Selain belajar hal tersebut, setiap pengunjung yang datang bisa langsung membeli produk sayur dan buah dengan harga terjangkau dan lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar.

Keberhasilan Kebun Pak Agus tidak terlepas dari perjalanan panjang pak Agus sendiri. Kecintaan pak Agus di dunia pertanian sudah ada sejak kecil bahkan pak Agus memilih sekolah di SMK Pertanian Samarinda dan melanjutkan ke fakultas pertanian sekolah tinggi di Jember, Jawa Timur.

Semua ilmu dan pengalaman yang diperoleh di luar Balikpapan kembali diterapkan di kampungnya dengan membentuk gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tani Makmur di tahun 2017 yang beranggotakan 1800 petani se-kelurahan Karang Joang.

Menurut pak Agus, “jadilah petani yang berdasi karena petani itu adalah manajer, pengelola, perencana, organizer dan evaluator hasil usahanya sendiri”.

KBA Karang Joang Balikpapan

Keberhasilan pak Agus dan keberadaan waduk Manggar menjadi daya tarik tersendiri akan keberadaan KBA Karang Joang sebagai salah satu kampung berseri ASTRA yang mengedepankan keberlangsungan lingkungan, edukasi, semangat gotong royong, kewirausahaan dan kesehatan.

Komentar