"Kamu introvert gitu kok, pendiam lagi. Emang bisa nanti handle untuk ngomong di depan acara seminar nanti? Jangan sampai gagal loh, bisa malu jurusan". Begitulah kiranya keraguan ketua himpunan saat membaca susunan kepanitiaan acara seminar nasional.
Emang
benar sih, awal kuliah dahulu, saya tidak terlalu peduli dengan pengembangan
soft skill seperti public speaking. Apalagi sebagai mahasiswa yang berasal dari
luar pulau Jawa dan kuliahnya di Semarang, memilih teman di awal-awal itu
sangat sulit. Bahkan di awal kuliah saat seorang dosen masuk dan ingin
mencairkan suasana dengan membuat "guyonan menggunakan bahasa Jawa",
seisi kelas tertawa terbahak-bahak dan apesnya lagi, saya yang berada di baris
kursi depan "terdeteksi" tanpa ekspresi.
Sang
dosen, bertanya, "Ora lucu toh cah" yang artinya "apakah candaan
saya tidak lucu nak?". Karena memang tidak paham bahasa Jawa, saya pun
tidak memberikan jawaban yang diinginkan.
"Maaf
pak, saya tidak paham bapak membicarakan apa", sontak saja, seluruh kelas
tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban saya. Kali ini, seisi ruangan jauh
lebih riuh.
Sejak saat itu, saya berusaha belajar bahasa Jawa begitupun perubahan terjadi pada dosen saya, beliau selalu menggunakan bahasa Indonesia meskipun logat jawanya terasa kental banget.
Dari sini saya belajar bahwa publik speaking itu bukan hanya berani berbicara di depan umum tetapi juga memahami audiens.
Setiap Orang Berhak untuk Bisa
Meskipun
baru pertama kali akan menjadi MC kala itu, saya tidak hanya tinggal diam.
Berbagai persiapan saya lakukan apalagi momok "pendiam dan introvert"
benar-benar melekat pada diri saya.
Berbagai
buku dan saran teman-teman perlahan-lahan saya pelajari, agar nantinya
benar-benar bisa berbicara di depan umum. Bahkan, saking seringnya bertanya ke
teman yang saya rasa “ahli dalam berbicara di depan umum”, dia malah nyeletuk,
“kamu ini ingin bisa bicara di depan orang banyak atau hanya sekadar ingin tahu
rahasia saya saja? Kalau ingin tahu rahasianya, cobalah bicara di depan cermin
terlebih dahulu”.
Jawaban
ini seakan-akan membuka paradigma saya bahwa ternyata berbicara di depan cermin
adalah langkah awal untuk bisa berbicara di depan umum. It’s work.
Belajar Public Speaking untuk Semua
Puluhan
tahun berlalu, mengasah kemampuan public speaking memang tidak bisa instan.
Butuh jam terbang tinggi agar bisa menjadi ‘expert’. Semangat untuk belajar
kembali, mulai muncul. Untungnya dipertemukan dengan Alia Rahma sebagai News
Anchor/Media Trainer Specialist with V&V communication dalam ISB Talkshow.
Dari
beliau membagikan banyak pengalaman berharga dalam dunia public speaking. Apa
saja itu? Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menguasai public
speaking, antara lain:
1. Hilangkan Rasa Grogi
Semua
orang pasti merasa deg-degan jika ingin berbicara di depan umum. Bahkan,
speaker ternama pun bisa merasakannya. Tapi tahu nggak sih, ternyata menangani
grogi itu bukan hal mustahil. Kalian bisa banget menghilangkan rasa grogi
dengan cara:
a) Berpikiran positif
Apa yang
ada dalam pikiran pastinya bakal menghantui Tindakan. Makanya untuk
menghilangkan rasa grogi dimulai dengan berpikir hal positif yang akan terjadi
kedepannya. Seperti apa sih?
Jadi
gini, saat ingin presentasi atau berbicara didepan umum maka pikirkanlah hal
baik yang akan terjadi, mulai dari pikiran para audiens yang antusias hingga
pikiran penguasaan materi yang mumpuni.
b) Persiapan yang matang
Tidak
bisa dipungkiri bahwa persiapan matang adalah pangkal dari keberhasilan dalam
public speaking. Jika semua persiapan berjalan lancar maka rasa grogi akan
sedikit teratasi karena tidak ada lagi kekhawatiran di dalamnya.
c) Berdoa
Pernah
dengar nggak, kalau “berdoa” itu menentramkan. Nah, kalau belum maka cobalah
untuk berdoa sebelum melakukan presentasi. Karena dengan berdoa hati bakal jauh
lebih tenang dan perasaan nyaman pun menyertai.
d) Kontrol pernapasan
Jujur,
mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan bisa membantu
dalam mengurangi grogi sebelum berbicara di depan umum. Tinggal lakukan 3-5
kali sesaat sebelum hadir di depan audiens.
e) Tersenyum
Langkah
terakhir untuk mengurangi grogi adalah tersenyum. Siapapun audiensnya, saat
melihat presenter membuka dengan senyuman maka nuansa hangat akan terasa
sehingga secara perlahan, rasa grogi pun berkurang. Semakin hangat sambutan
audiens semakin cepat suasana cair lebih nyaman.
2. Pahami Komunikasi Verbal
Setelah
rasa grogi hilang tentunya langkah berikutnya agar bisa menjadi public speaker
handal dengan memahami penerapan komunikasi verbal yang meliputi kecepatan
berbicara, artikulasi, pemilihan nada dan penekanan, volume suara, intonasi dan
pelafalan.
Komunikasi
verbal merupakan hal penting yang harus dikuasai agar pesan yang dibawa
tersalurkan audiens. Kecepatan berbicara yang tidak terlalu lambat dan juga
tidak terlalu cepat cukup membantu para audiens dalam memahami apa yang
disampaikan.
Begitupun
dengan penekanan pada kalimat tertentu dan pengaturan volume suara agar menarik
audiens untuk terus mendengar serta memahami tujuan speaker.
Oleh
karena itu, penguasaan komunikasi verbal menjadi salah satu kunci keberhasilan
seseorang saat berbicara di depan umum.
3. Mantapkan Komunikasi Non-Verbal
Selain
komunikasi verbal, pastinya non-verbal juga mendukung seseorang agar bisa
menjadi pembicara handal. Apa saja sih komunikasi non-verbal yang wajib
dikuasai? Berikut beberapa hal terkait komunikasi non verbal seperti postur
tubuh saat berbicara, raut wajah, kontak mata, gestur dan penampilan.
Gestur dan penampilan saat kelas inspirasi
Kebayang
nggak, jika audiens nya adalah orang pemerintahan di seminar nasional tetapi
saat kita sebagai pembicara penampilan kita layaknya seorang nelayan. Kalau
seperti ini, audiens bukannya ingin mendengar apa yang ingin disampaikan tetapi
muncul rasa aneh karena salah kostum atau malah rasa iba.
Makanya
penting banget menguasai komunikasi non verbal dalam mendukung kemampuan public
speaking. Berikanlah kesan raut wajah yang meneduhkan, lakukan kontak mata
dengan audiens agar tidak datar-datar saja dan manfaatkan gestur tubuh untuk
meningkatkan daya tarik audiens.
Jika
semua hal di atas dilakukan mulai dari menghilangkan rasa grogi, memahami
komunikasi verbal dan non verbal maka saya sih yakin bahwa suatu saat kalian
akan menjadi pembicara handal.
Menurut Alia Rahma, perlu dipahami bahwa public speaking itu bukan hanya tentang informasi menarik tetapi juga membahas tentang penyampaian dan penampilan menarik. Termasuk pemilihan tone yang tepat, artikulasi yang jelas dan tidak monoton
Cara
seperti inilah yang pernah saya terapkan, kala memulai belajar public speaking.
Perlahan tapi pasti, belajar di depan cermin, menunjukkan hasil latihan ke
teman yang bisa memberikan review jujur hingga menerapkan berkali-kali dan
evaluasi diri. Hasilnya, bisa menjadi pembicara pada level internasional. Yuk
diterapkan.
Komentar
Posting Komentar